Pemilu

Pemilu

Popular Posts

Bakal Novel Politik



Kota itu kecil saja, penduduknya tak sampai dua ratus ribu jiwa. Rumah penduduk dibangun di ceruk pegunungan “banyak nama” yang mengitari tempat itu. Rumah-rumah penduduk berderet rapat sehingga dari udara terlihat seperti kumpulan bangunan saja, jika ada teroris yang mau menghancurkan Kota itu, cukup ke puncak tertinggi dari pegunungan “banyak nama” dan melemparkan granat maka hancurlah Kota itu.
Andai Kota itu hancur, rasanya tak ada yang tahu. Kota itu tak ada di peta, tak ada peristiwa penting yang membut Kota itu dikenang baik menasional maupun internasional, juga tak monument peninggalan masa lalu yang berdiri di sana. Kota kecil itu seakan-akan tak pernah ada. Kota itu terletak di pedalaman, untuk ke sana masih melewati hutan. Para pejabat dari pusat yang ditugaskan ke sana hanya datang saat siang dan menyingkir saat malam. Kota kecil itu memang terlalu kecil untuk jadi tempat bermalam bagi mereka. Mungkin saja peristiwa buruk, penggranatan itu akan membuat kota kecil itu dikenal.
Tapi tak ada alasan untuk berbuat anarkis di sana. Masyarakatnya sangat mencintai ketenangan dan kedamaian. Masyarakatnya hanya masyarakat biasa yang hanya ingin melakukan perbuatan biasa, mungkin karena itu juga tak ada yang luar biasa yang akan ditemukan di sana. Mungkin juga itu yang membuatnya disebut Kota Lama, sebuah daerah yang yang tak pernah berubah walau telah berstatus Kota.

MEMPERTANYAKAN KELURAHAN

Para calon Kades, pemandangan seperti
ini tak terlihat lagi di Kelurahan
(gambar : google)
BEBERAPA hari yang lalu, Walikota Malang mengatakan bahwa desa-desa yang ada di kota Malang akan di rubah statusnya menjadi Kelurahan. Perubahan status ini terkait dengan status Kota Malang. Menurut pandangan ini, keberadaan Malang sebaga “Kota” harus juga dibarengi dengan perubahan status dari desa-desa yang berada diwilayahnya. Pandangan ini dikontraskan dengan “Kabupaten” dimana keberadaan Desa masih di anggap lumrah.
Bagi banyak pihak, perubahan ini menunjukan peningkatan status. Benar demikian?

Terpedo 1


Nah, tu terpedonya belum ada yang
ngambil, awas jangan rebutan ya :)
(foto : google)

Palakat : Mengingat urusan terpedo ini ternyata panjang jadi di buat dua tulisan...
 
Selesai kami sarapan, berdatanganlah orang-orang. Rupanya ada juga warga kampung sekitar perumahan yang diminta datang membantu, salah satunya tukang jagal yang konon kabarnya dibayar perkepala—mungkin juga artinya sang tukang jagal punya hak untuk beberapa kepala hewan kurban untuk sekitar berapa hewan kurban yang dia sembeli. Entahlah, itu urusannya bagian keuangan.
Sebelum penyembelihan dilakukan, Pak Bas mendekatiku.
“Mas, terpedonya disimpan ya, jangan dikasih ke siapa-siapa,” bisiknya.
Terpedo?

Ketika Sejarah Dikilo



Para model di "Jembatan Merah", Surabaya.
Jika masih ada "Totoy Uatoy" di Mopait, para model
juga bisa berfose di sana (gambar : google)

Jangan sekali-kali melupakan sejarah, ungkap Bung Karno dalam salah satu pidatonya yang memukau. Ungkapan Bung Karno ini merupakan prasasti tersendri sehingga merasuk ke hati setiap warga Indonesia sehingga selalu diulang. Kita tak boleh melupakan jas merah kata kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Jasa merah merupakan kependekan dari Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah dari Bung Karno. Walau aku dikader di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang menurut sejarah merupakan salah satu kekuatan yang menggulingkan Bung Karno namun seratus persen dan tanpa keraguan aku mengakui kebenaran perkataan Bung Karno dan kawan-kawan GMNI itu.

Nasi Kibuli


Ini nasi kebuli tapi bagi yang lidahnya masih perawan
bisa juga dinamakan nasi kibuli :)
(foto : google)

Setelah sholat id, kami kembali ke masjid yang telah dipasangi tenda biru—tapi bukan “tenda biru”nya Deysi Ratnasari lho!
Sesuai kebiasaan sejak aku masih mahasiswa, saat hari raya Idil Adha memang pesta besar bagi kami. Bang Jack meminta kami datang untuk ikut menikmati pesta itu. Sesungguhnya Bang Jack yang dipercaya warga perumahan untuk menjaga masjid sekaligus membantu ini-itu terkait dengan kegiatan-kegiatan keagamaan berharap kami bisa ikut membantu karena kekurangan tenaga. Namun banyak juga diantara kami yang hanya ingin menikmati pesta sehingga baru datang sekitar jam setengah tiga atau jam tiga sore sehingga sudah terbebas dari kerja. Pura-pura saja datang untuk sholat Ashar, pasti tak kan dipersoalkan. Dasar!

Punu'

gambar : googel
Punu' adalah pemimpin melegenda yang keberadaannya  700-an tahun lalu, itu jika benar perhitungan dibeberapa literatur yang mengatakan bahwa Mokodoludut merupakan Punu' pertama yang memerintah tahun 1300-an. Saya katakan 'jika benar' karena menurut beberapa kajian dari daerah sekitar yang terkait dengan masa purba Bolmong Raya, dinyatakan Bolmong Raya ratusan tahun lebih tua dibandingkan literatur yang ada. Yang jelas masa Punu' berakhir ketika pemimpin digantikan oleh Manoppo yang dibaptis dengan nama Jacobus.
Saya katakan masa Punu' melegenda karena pada ini cukup banyak hal yang luar biasa. Wilayah kekuasaannya yang mencapai Maadon atau Manarow atau Lembe atau Wenang yang sekarang disebut Manado setelah Punu' Damopolii menaklukan Bobentehu yang berkuasa di sana. Sistemnya yang demokratis karena Kinalang atau Punu' dipilih oleh para pemimpin wilayah yang dijuluki Bogani walau yang dipilih harus tetap dari turunan Mokodoludut. Pemimpin demikian disegani, disayangi dan dihormati rakyatnya; sampai-sampai meninggalnya diadakan upacara duka selama 7 hari dan 7 malam yang dimulai sejak masa Damopolii--upacara ini disebut mongalang dan orang yang diupacarai disebut Kinalang sehingga Damopolii disebut juga 'Ki Damopolii inta ki Kinalang'. Terciptanya sumpah Paloko-Kinalang atau antara Penguasa dan Rakyat yang menurut saya menjadi penjamin bahwa kedua pihak sama-sama ingin pembangunan untuk semua.

Satu Prajurit Sepuluh Jenderal


foto : google; ilustrasi : pribadi

Kami pun mengangkati karpet-karpet itu ke lapangan tenis yang berjarak sekitar 25 meter dari masjid. Untung Pak Bas telah menyediakan mobil pengangkut, tenaga juga ketambahan dua Satpam sehingga karpet terngkut semua ke lapangan tenis.
Di lapangan tenis sudah ada belasan orang tua, para mantan birokrat yang kebanyakan sudah terjun ke dunia bisnis. Sifat birokrat mereka nampaknya masih melekat, maka jadilah aku, Andi dan Mahdi sebagai bawahan mereka. Belasan bos dan tiga anak buah, nyaris sama dengan satu prajurit dengan puluhan jenderal. Dua Satpam nampaknya sudah mencium gelagat tidak baik ini sehingga mereka segera melepaskan diri. Dengan alasan nanti bisa saja ada teroris yang menyusup ketika pembagian daging korban yang besok sehingga mereka harus kembali ke pos penjagaan, bebaslah mereka. Abas pergi ke pesantren sejak pagi dan sampai malam ini belum juga kembali, rupanya Abas telah mengendus sejak awal.

Malang dan Kotamobagu



Ini Malang (google)

Karesidenan Malang sangat sedikit mendapat tempat yang layak ketika memperbandingkan daerah. Wajar mengingat sangat sedikit yang hidup tahunan di sana. Studi banding yang dilakukan oleh instansi hanya berlangsung beberapa hari. Itupun tanpa report yang jelas. Saya coba kontak kawan-kawan ketika ada studi banding dari Bolmong Raya pada umumnya dan Kotamobagu pada khususnya namun hasil penelusuran ada baiknya tak disampaikan di sini.

Oya’ alias Malu



 Oya' atau malu sepertinya sudah menjadi trade mark orang Mongondow, dalam berbagai pertemuan sering disebutkan oya' in Mongondow yang disandingkan dengan penyebutan sifat daerah lain. Penyebutan ini memang berkonotasi negatif. Seorang yang pemalu biasanya tidak percaya diri, kuper alias kurang pergaulan, yang ujung-ujungnya tidak mampu bersaing. Dan kondisi ini memang ada di Bolaang Mongondow Raya.
Pada anak, menurut Lynne Kelly seorang ahli tentang pemalu pada anak, penelitian telah menunjukkan bahwa siswa pemalu dianggap kurang kompeten. Walaupun rasa malu ini tidak berkaitan dengan kecerdasan, rasa malu mempengaruhi keseluruhan pengalaman pendidikan secara negatif. Rasa malu menjadi isu penting di dalam kelas ketika siswa dievaluasi, sebagian, partisipasi kelas mereka. Pada kenyataannya, penelitian menunjukkan bahwa siswa yang pemalu akan memiliki nilai lebih rendah daripada angka rata-rata siswa yang tidak pemalu.

Hasil Baik dengan Proses Baik

gambar: google
Kami, beberapa orang teman sering berkumpul untuk membahas beragam hal, juga untuk berbagi. Kami tergolong cukup karib, pembahasan bahkan sampai ke persoalan individu. Jadi, sebenarnya tak ada yang perlu tersinggung dengan apa pun yang dipikirkan, dikatakan ataupun dilakukan oleh kawan-kawan.
Namun, pada waktu itu bulan puasa seperti sekarang, perkawanan kami nyaris bubar. Persoalannya hanya karena minuman untuk berbuka. 
Pada saat itu, seorang teman kami yang cukup rajin hunting bahan buka puasa gratis datang dengan tas kresek yang isinya bermacam-macam.

musafir 1

S
Gueemang gak puasa, soalnya gue musafir
eorang pegawai sara' bertemu dengan warga yang sedang asyik menyeruput kopi dan menghisap sebatang rokok di pagi yang dingin pas hari ke 8 ramadhan--enak kali ya, hehhe...

"Dasar tak tahu malu, sudah ndak puasa, masih menunjukan di muka umum lagi. Dasar!" semprot sang pegawai sara'.

"Wah, payah nich jiow. Saya ini kan musafir, jadi ndak wajib puasa," orang itu menjawab santai.

"Musafir apa? sampai sekarang kamu hanya di sini, pake banyak alasan lagi. Memang benar2 *********," umpat si pegawai sara'.

"Yeh, si jiow ini. Saya ini kan musafir, saya sedang dalam perjalanan menuju alam kubur, jiow. Dunia ini kan hanya halte alias tempat transit saja, jadi saya tetap saja musafir. Dasar jiow..."

Catatan Anak Guru



Sebuah Khayal
Seorang guru mengapresiasi karya anak guru,
narsis sedikit boleh kan? :)
an
Djudin Syukur, demikian nama Papa—aku biasa memanggil beliau begitu. Beliau hanyalah orang kecil yang menjadi guru SD sejak akhir 70-an. Awalnya beliau mengajar di SD Motabang kemudian ke Tanoyan dan terakkhir di Tungoi sampai beliau meninggal di hari kedua Idil Fitrih tahun 2000.
Ketika reformasi, cukup banyak aspirasi soal nasib Umar Bakri ini. Memang nasib para guru awalnya cukup memiriskan. Kami disekolahkan bukan hanya dari gaji Papa sebagai guru tapi kebanyakan ditunjang oleh hasil kebun. Selepas mengajar, biasanya Papa akan ke kebun dan pulang menjelang malam—bahakn beberapa kali tidur di kebun dan dari kebun ke sekolah. Mungkin ini yang membuat Papa meminta untuk pindah di SD Inpres Molayak yang tak jauh dari kebun kami. Walau saya katakan ke beliau bahwa tak lama lagi kehidupan beliau sebagai guru akan terangkat sehingga tak perlu lagi terlalu ngotot bekerja di kebun namun nampaknya beliau tak begitu percaya.

Teke’ Tak Mau Berkorban



"Wah, kalau teke'nya sebesar ini berapa harganya ya?"
(foto : google)

Malam itu kami harus menyiapkan lapangan olahraga milik perumahan untuk sholat id besok. Jama’ah cukup banyak yang membantu namun rata-rata sudah di usia senja, pensiunan birokrat pula. Jelas kami yang lebih diandalkan tenaganya. Untunglah Mahdi dan Andi belum ke luar.
Sebenarnya tepatnya tidak demikian. Mahdi dan Andi hanya datang untuk menengokku karena semalam mereka tak pulang. Dan keduanya sudah bersiap kembali ke luar ketika keadaan ternyata aman. Namun, keduanya baru saja pamit padaku, datang Pak Bas.
“Mau ke mana lagi kalian berdua? Orang-orang sedang sibuk ko’ malah kalian pergi. Pokoknya, malam ini kalian harus membantu menyiapkan tempat sholat id besok. Setelah itu selesai baru kalian bebas ke mana saja,” kata Pak Bas tegas yang membuat keduanya tak bisa berkutik. Kasihan juga sih sebetulnya! hehehe.

Akibat Terlalu Banyak Bicara

"Tanya si Mas dulu apa wanita hamil boleh berkurban
juga tanya sama si mas apa dia sudah punya anak"
(foto: google)

Kurang H-1 lebaran. Mau tak mau harus aku akui betapa luar biasanya perumahan elit ini. Di sini tempat para mantan pejabat, pejabat, bakal pejabat, pengusaha, akademisi. Mereka bercampur baur. Namun luar biasa semangat keagamaannya. Selain jamaah di sholat lima waktu cukup banyak, juga semangat mereka menjalankan perintah Allah lainnya luar biasa tinggi, termasuk dalam menunaikan kewajiban qurban.
Kambing datang sejak pagi bagai tiada henti. Sampai sore, sudah 63 dalam hitungan. Bahkan sampai malam masih ada juga yang datang sehingga jumlah kambing mencapai 67 ekor. Sapi yang memang diinstruksikan untuk diantar sore hari di h-1 karena tak ada yang ditugaskan untuk mencari makan sapi-sapi itu, semua berjumlah sepuluh.

Dari Puasa ke Puasya

Makanan sebanyak ini harus dihabiskan
saat berbuka? (Foto : Google)
GIMANA PUASYANYA?

PUASYA?

Kalau PUASA aku sangat mengerti, minimal artinya menahan lapar dan dahaga serta perbuatan lain bagi yang sudah punya pendamping dan di siang hari. Tapi PUASA YA? Apa yang mau dipuaskan dalam ramadhan?

Kawan yang meng-sms bukanlah ustaz, jauh dari kesan seorang filosof, maupun sufi. Dia hanya teman bergurau dengan gurauan-gurauan yang terkadang susah dinalar. Untung dia sama denganku, muslim. Kalau tidak, bisa kutafsirkan pelecehan. Aku agak dongkol dan bingung menjawab sms itu, maka kudiamkan saja.

Siksa di Hari Pertama (1)

Foto : Google

Hari pertama dan hari terakhir, itu persoalan yang selalu muncul ketika ramadhan. Kalau hari pertama yang jadi persoalan, pasti akan bermasalah dalam penentuan hari lebaran. Organisasi ke-Islam-an jarang bersepakat pada persoalan seperti ini. Wajarlah. Untuk urusan keduniaan mungkin bisalah kita terapkan demokrasi, tapi demokrasi tak mungkin diterapkan dalam urusan ke-Tuhan-an seperti ini.
Kalau demokrasi diterapkan juga dalam urusan ke-Tuhan-an, bisa jadi akan muncul perdebatan tentang system demokrasi yang tepat. Jika system demokrasi yang kita terapkan sekarang ini diberlakukan maka harus di bentuk Komisi Pemilihan, Panwas, Mahkamah yang akan menyidangkan sengketa, dan lain-lain. Berikutnya akan ada kampanye baik kampanye dialogis maupun pengerahan massa. Ketika malam menjelang hari pemilihan, akan ada serangan fajar—kemungkinan juga akan terjadi serangan untuk menggolputkan sehingga suara lawan akan berkurang. Jika belum yakin akan menang walau sudah melakukan serangan fajar, akan diteruskan dengan serangan siang ketika para pemilih sudah ke tempat pemungutan suara. Walhasil, ujung-ujungnya uang yang akan menang. Lha, urusan ke-Tuhan-an kok ya memenangkan uang? Ini jelas sangat tidak seru tapi sudah saru!

Berbukalah dengan yang Manis2

"Berbukalah dengan yang manis2,
tapi bukan berarti berbuka bareng gue ya, walau gue
memang manis"
(Foto : Google)
Hari itu Bangkung dan Popalu berencana akan buka puasa di pasar ramadhan. Keduanya sama2 mengejek menu rumah yang itu2 saja. Waktu yang tersisa masih 15 menit namun kedua sahabat itu sudah mengambil tempat duduk. Namun duduk akan selalu menjadi buruk karena bisa dipastikan akan mengarahkan keduanya ke perdebatan. Kali ini juga begitu.
"Saya akan makan lalampa atau panada yang banyak setelah minum air putih nanti," kata Bangkung.
"Eh, tidak boleh, harus dengan yang manis-manis dulu saat berbuka..."

"Lha, yang makan itu saya atau situ?" Bangkung memotong Popalu.

"Memang kamu yang makan..."


"Nah, kalau mulutku yang digunakan untuk makan, gigiku yang digunakan untuk mengunya, lidaku yang digunakan untuk mengecap, kenapa harus kamu yang ngatur," bentak Bangkung.

"Bukan aku yang ngatur karena memang sudah aturannya begitu..."


Perdebatanpun terus berlangsung, namun Bangkung tetap susah mengalahkan argumentasi Popalu yang tak berapi-api tapi panjang-panjang. Maka, dia pun bangkit dari tempat duduknya.

Gadis itu cantik, kulit putih bersih, baju yang dia pakai menampakan tubuh gitarnya. Gadis itu sendirian, selalu tertunduk, sibuk dengan hpnya. Tepat di depan gadis itu Bangkung mendarat. Dengan tampang yang serius, Bangkung menyandarkan siku di meja dan memandangi lamat-lamat si gadis. Menyadari ada orang di depannya, gadis itupun mendongak. Subhanallah, cantik luar biasa. Dia tersenyum pada Bangkung yang menampakan lesung pipinya di kedua pipi.


"Ngapa'in kamu, Angkung?" kata gadis itu rupanya sudah mengenal Bangkung.


Waktu buka tinggal menghitung detik, Bangkung dan Popalu telah menghamburkan banyak waktu.


"Buka puasa harus mendahulukan yang manis-manis..."


GEDEBUG...

Itu bukan suara bedug para pembaca, tapi suara tubuh Bangkung yang terjengkang. Rupanya pacar si gadis itu datang dan marah karena mengira Bangkung telah merayu si gadis.

"Kenapa kau jorokan aku? Aku mau buka kok," protes Bangkung sambil mengusap pantat.


"Kenapa kau rayu cewekku?" bentak lelaki itu.


"Siapa yang merayu? Oh ya, sebentar," maka Bangkungpun menyeret Popalu. "Dia yang bilang berbuka harus yang manis-manis lebih dulu. Di sini, yang manis itu cuma cewekmu. Jadi, apa salahnya?"

"Iya, kamu enak dapat yang manis. Tapi dia langsung berhadapan dengan yang asam dan pahit," kata si lelaki, pacar gadis itu. "Dasar Bangkung!!!"

Maafkan Sebelum Ramadhan

Foto : google
Sungguh
Aku tak punya cukup alasan
Ketika melakukan suatu kesalahan

Namun setitik pengakuan
Ini berasal dari lubuk hati terdalam

Sungguh
Aku sadar
Permintaan maaf tak akan mengubur salah
Tapi aku sadar aku pernah salah
Dan aku mengungkapkannya


Ribetnya Qurban di Masjid Megah



Serial Ada Canda di Rumah Tuhan (5)
Sumber: Google


Menjadi penjaga Rumah Tuhan di kompleks elit begini harus siap bekerja ekstra ketika hari besar keagamaan tiba. Seperti hari Idil Qurban ini. Aku, Andi, Mahdi dan Abas sudah dipesankan oleh ta’mir masjid untuk siap-siap.
“Pokoknya ikut saja, atau tanya aku kalau kamu tak tahu apa yang harus kamu lakukan,” kata Pak Bas saat brifing dalam kelompok kecil kami. Semenjak temanku, Bang Jack, naik haji, Pak Bas yang mengomandani langsung kelompok kecil yang tinggal di masjid.

Jalan Hidup



Sumber : Google

Kemarin malam, capek luar biasa mendera. Perjalanan ke Molibagu sudah kali ke lima aku lakukan, bahkan beberapa kali lanjut ke Lungkap—Pinolosian. Namun kali ini aku benar-benar dibuat capek. Mungkin karena malamnya hanya tertidur sejam dan sesampainya di sana harus menunggu. Andai tak ada berita menggembirakan bahwa apa yang sedang aku usahakan telah diproses sampai pada tingkat tertentu, mungkin aku tak terhibur. Alhamdulillah, perjalanan yang baik walau masih juga menggantung. Dan capek terbayar dengan informasi itu.

Dunia Penulisan Daerah


Mobois, salah satu komunitas penulis daerah
Tulisan itu mengukir keabadian. Mungkin kata-kata seorang teman diatas agak berlebihan. Saya katakan berlebihan karena tulisan dibuat disatu ruang dan waktu tertentu yang jelas akan berubah pada ruang dan waktu yang lain. Padahal kata banyak orang yang pintar dan bijak, yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
Tapi saya agak setuju dengan peletakan fungsi tulisan sebagai media untuk mengisahkan suatu peradaban. Socrates, Plato, dan lainya telah mengisahkan bagaimana peradaban di Yunani sebelum masehi. Pencipta huruf paku di Mesir juga membuat kita dapat mengetahui kisah di Mesir pada suatu masa, begitu juga dengan Babad Tanah Jawi yang mengisahkan tentang Jawa, Lontara Bugis di selatan Celebes, dan lainnya.