Kota itu kecil saja, penduduknya
tak sampai dua ratus ribu jiwa. Rumah penduduk dibangun di ceruk pegunungan
“banyak nama” yang mengitari tempat itu. Rumah-rumah penduduk berderet rapat
sehingga dari udara terlihat seperti kumpulan bangunan saja, jika ada teroris
yang mau menghancurkan Kota itu, cukup ke puncak
tertinggi dari pegunungan “banyak nama” dan melemparkan granat maka hancurlah Kota itu.
Andai Kota itu hancur,
rasanya tak ada yang tahu. Kota itu tak ada di peta, tak
ada peristiwa penting yang membut Kota itu dikenang baik
menasional maupun internasional, juga tak monument peninggalan masa lalu yang
berdiri di sana. Kota kecil itu seakan-akan tak
pernah ada. Kota itu terletak di pedalaman,
untuk ke sana masih melewati hutan. Para pejabat dari pusat yang
ditugaskan ke sana hanya datang saat siang dan
menyingkir saat malam. Kota kecil itu memang terlalu
kecil untuk jadi tempat bermalam bagi mereka. Mungkin saja peristiwa buruk, penggranatan
itu akan membuat kota kecil itu dikenal.
Tapi tak ada alasan untuk
berbuat anarkis di sana. Masyarakatnya sangat
mencintai ketenangan dan kedamaian. Masyarakatnya hanya masyarakat biasa yang
hanya ingin melakukan perbuatan biasa, mungkin karena itu juga tak ada yang
luar biasa yang akan ditemukan di sana. Mungkin juga itu yang
membuatnya disebut Kota Lama, sebuah daerah yang yang tak pernah berubah walau
telah berstatus Kota.
Masyarakatnya sangat taat
pada tradisi, terlebih mayoritas masyarakatnya masih terikat pda hubungan
kekerabatan. Saling menyayangi, saling memperbaiki, saling merindukan—itulah
moto masyarakat yang tak mudah digoyahkan. Ini yang menciptakan keamanan dan
ketenteraman dalam kehidupan masyarakatnya. Andaipun ada yang mengganggu
ketenteraman dan kedamaian itu, angin gunung yang melaju deras ke lembah akan akan
menetralisirnya dan kota itu akan tetap seperti itu.
Politik, ya hanya politik
yang bisa memburai ketenangan dan kedamaian di sana.
Belum genap sewindu hak memilih
pemimpin diberikan langsung pada rakyat, telah muncul beragam persoalan yang
ujungnya anarki. Rakyat saling membunuh hanya karena perbedaan pilihan politik.
Kota Lama memang belum
berkembang seperti kota yang lain, dia jauh
ketinggalan. Namun Kota Lama tak ketinggalan informasi. Dunia seperti dilipat,
kata Naisbit. Dalam hitungan detik, peristiwa di tempat lain sudah diketahui
masyarakat Kota Lama. televisi sampai internet memberitahukan pada mereka.
Masyarakat Kota Lama banyak yang melek teknologi.
Namun hingar bingar yang
terjadi di luar sana seakan tak mempengaruhi
masyarakat di lembah itu. Politik memang mempengaruhi mereka tapi tidak lama
dan tak sampai memunculkan anarkis seperti di tempat lain. Paling lama sebulan
setelah pesta demokrasi, masyarakat akan menyatu kembali. Kedamaian dan
ketenangan akan selalu ada di Kota Lama. Mungkin kalau ada peristiwa luar biasa
baru ketenteraman dan kedamaian di Kota Lama akan goyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar