Ini Malang (google) |
Karesidenan
Malang sangat sedikit mendapat tempat yang layak ketika memperbandingkan
daerah. Wajar mengingat sangat sedikit yang hidup tahunan di sana. Studi
banding yang dilakukan oleh instansi hanya berlangsung beberapa hari. Itupun
tanpa report yang jelas. Saya coba kontak kawan-kawan ketika ada studi banding
dari Bolmong Raya pada umumnya dan Kotamobagu pada khususnya namun hasil
penelusuran ada baiknya tak disampaikan di sini.
Mengapa Malang?
Ini Kotamobagu (google) Letak singkronnya di mana ya? hehe |
Tanpa
mengesampingkan daerah lain yang pernah orang Mongondow tinggali, Malang punya banyak
kesamaan dengan Kotamobagu.
Saya
pernah melakukan perjalanan sepanjang Bomong Raya. Ketika mendaki Modayag, saya
teringat pada Batu dengan Payung-nya yang sangat laku. Ketika ke Pantura atau
Bolsel atau wilayah pantai lainnya, saya teringat Balekambang. Ketika
mengelilingi Kotamobagu, saya teringat Malang Kota yang menjadi denyut nadi
Keresidenan Malang.
Melihat
Bolaang Mongondow Raya pada umumnya dan Kotamobagu pada khususnya, jelas akan
tergambar Malang. Khusunya
Kotamobagu, memang persis Malang yang juga berada di pedalaman. Untuk mencapai
Malang dari Surabaya maka kita harus melewati Sidoarjo dan Pasuruan. Bahkan
Malang tak dilewati jalan trans Jawa yang hanya melewati Kepanjen. Hal yang
sama juga ada di Kotamobagu.
Perbedaannya
jelas, dari sisi kemajuan daerah. Walau berada di pedalaman namun Malang
merupakan Kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Pun di sini
tempat lahirnya berbagai organisasi yang menasional seperti Kahmi, Icmi, dan lainnya.
Sementara Kotamobagu, tak perlu dituliskan saja.
Dengan
uraian ini kita bisa menjadikan Malang sebagai
perbandingan. Jika ada yang bilang bahwa Malang telah berkembang lama dan
terletak di Jawa sehingga tak bisa dijadikan tolak ukur, saya pikir pandangan
ini perlu ditinjau. Bagaimanapun untuk pembangunan daerah kita harus melihat
daerah yang telah maju dan kondisi geografisnya sama dengan daerah kita.
Tradisional Mengepung Modern
Jika
anda ke Malang anda akan heran
ketika menyaksikan pasar tradisional yang tersebar di sana. Selepas
Pasuruan anda akan ketemu dengan pasar Belimbing, dari Kediri ada pasar
Dinoyo, di pinggir Kota juga ada pasar
Kota Lama, dan lainnya.
Di
mana pasar modern?
Ternyata
di tengah Kota. Di sana ada Pasar Besar Malang,
Matahari, Gramedia, Toga Mas, Sarina Plaza, Malang Plaza, dan lainnya.
Apakah
awalnya sudah begini?
Tentu
saja tidak. Awalnya semua terpusat di tengah Kota. Setelah daerah berkembang
sampai menjadi 3 daerah, Malang Kabupaten dan Kota serta Batu Kota, kebijakanpun
di rubah. Yang sempat saya lihat, pemindahan pasar buku murah ke Wilis serta
pasar besi tua ke sepanjang rel tak terpakai di Kota Tua. Juga pembuatan Ruko
yang nyaris mengelilingi Malang Kota yang sempat kami protes sampai bilang
Malang Kota akan dijadikan seperti Pacitan yang berbatu karena Walikotanya,
Suyitno, dari Pacitan. Saat berkunjung akhir tahun 2009, sudah ada dua mall
besar di sana--termasuk Matos (Malang Town
Squere) yang terletak diantara Unibraw dan UM.
Yang
jadi pertanyaan, kenapa pasar modern di tengah Kota sementara pasar
tradisional di pinggiran?
Ternyata
semua untuk membantu pasar tradisional karena dengan berada dipinggiran Kota, pengunjung
dari luar Malang yang memang
lebih banyak berkunjung ke pasar2 modern itu akan lebih dulu bertemu pasar
tradisional. Jika dibalik, pasar tradisional di tengah Kota dan pasar modern di
pinggir, menurut seorang teman itu akan mematikan pasar tradisional.
Pentingnya Investor
Investor
sangat berperan dalam pembangunan Malang sehingga
menjadi seperti sekarang. Di sektor pendidikan, dari 20 lebih kampus di Kota
Bunga ini, ada 3 yang kampus negeri. Juga pada sektor lainnya, termasuk pasar.
Pasar yang dikelola Pemkot Malang hanya pasar Besar Malang, Dinoyo, Blimbing,
Kota Lama, dan pasar tradisional lainnya. Selebihnya didirikan dan dikelola
oleh swasta.
Dengan
terlibatnya pengusaha swasta dalam pengelolaan Malang, pemerintah
dapat memikirkan pembangunan sektor lainnya, termasuk sektor non pisik.
Seorang
teman bilang, jika pembangunan semua aspek ditanggung sendiri oleh pemerintah
maka tak mungkin mampu. Dan ini bisa dibenarkan mengingat dana yang tersedia
sangat terbatas. Nyaris separuh dari dana APBD ditujukan untuk anggaran rutin
pegawai.
Dengan berkembangnya usaha swasta
secara otomatis akan menciptakan lapangan kerja baru. Akan menjadi solusi bagi
daerah yang hanya mempunyai Pegawai Negeri dan Politisi sebagai lapangan kerja.
Di Malang, cukup banyak kawan yang
membiayai kuliahnya dengan bekerja paruh waktu. Mereka ini yang menjadi
pengusaha setelah selesai. Sebagai orang yang belajar menulis, sayapun bisa
bertahan di sana dengan memanfaatkan hobi saya ini. Semua karena sektor swasta
berkembang.
Budaya
Tari topeng
Malangan merupakan tari andalan Malang Raya yang sekarang sedang diusahakan
agar menginternasional. Tarian ini selalu dipentaskan dalam setiap event dan
memang dijadikan trade market oleh Malang Raya.
Kapankah tari ini mulai dipopulerkan
oleh daerah?
Ternyata baru tahun 1998 tari topeng
ini mulai dipublikasikan secara luas. Publikasi ini diperlukan untuk
mengembalikan wajah Malang ke Malang yang sebenarnya. Pembangunan memang
mempunyai ekses negatif terhadap budaya lokal.
Ketika pembangunan gencar dilakukan,
ketika manusia dari segala penjuru negara dan negeri, Malang justru menampilkan
dirinya sendiri. Malang mengkooptasi para pendatang dengan budayanya sendiri,
termasuk saya. Saya "dipaksa" untuk menyelami mereka.
Kami juga menyadari apa yang terjadi
pada kami terkait budaya Bolmong Raya. Kami jadi tertarik ketika kami sadar
bahwa sejarah dan budaya dari daerah lain sangat mereka banggakan sementara
Bolmong Raya tenggelam. Inilah yang mendasari kami membentuk FMPD dan Pinotaba
ketika di rantau dan sekarang kami bawah ke sini.
Kami yakin, dengan berkembangnya
berbagai budaya pop yang merupakan dampak dari pembangunan, budaya lokal pun
akan diperhatikan. Bahkan perhatian terhadap budaya lokal akan lebih tinggi
dibandingkan saat ini. Bagaimanapun kita harus menjadi diri kita.
Yang ada saat ini, yang diamalkan
oleh generasi muda itu hanya kulit dari budaya pop. Mereka bahkan belum tahu
apa itu budaya pop.
Epilog
Malang sangat perlu
kita tiru agar daerah kita bisa lebih maju, jika tidak maka saya menakutkan
kita akan menjadi orang yang malang dan
terbelakang. Saya sendiri tak ingin generasi berikutnya mengatakan ALANGKAH
MALANGNYA KOTAMOBAGU DI TANGAN GENERASI TERDAHULU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar