Coretan dari Pelosok: musafir 1

S

Gueemang gak puasa, soalnya gue musafir

eorang pegawai sara' bertemu dengan warga yang sedang asyik menyeruput kopi dan menghisap sebatang rokok di pagi yang dingin pas hari ke 8 ramadhan--enak kali ya, hehhe...

"Dasar tak tahu malu, sudah ndak puasa, masih menunjukan di muka umum lagi. Dasar!" semprot sang pegawai sara'.

"Wah, payah nich jiow. Saya ini kan musafir, jadi ndak wajib puasa," orang itu menjawab santai.

"Musafir apa? sampai sekarang kamu hanya di sini, pake banyak alasan lagi. Memang benar2 *********," umpat si pegawai sara'.

"Yeh, si jiow ini. Saya ini kan musafir, saya sedang dalam perjalanan menuju alam kubur, jiow. Dunia ini kan hanya halte alias tempat transit saja, jadi saya tetap saja musafir. Dasar jiow..."

Bakal Novel

Kota Lama hanyalah sebuah kota yang sangat kecil diceruk pegunungan. Letaknya di pedalaman sesungguhnya membuat masyarakatnya menjadi guyub. Namun tidak dipersoalan politik. Antusiasme masyarakatnya patut diacungi jempol untuk urusan yang satu ini. Tapi, dalam satu memontum politik, tiba-tiba saja antusiasme itu menghilang. Masyarakat malah banyak yang tidur atau ke kebun, mereka sama sekali tak peduli. Mereka baru tersadar beberapa hari setelahnya. Mereka telah dibius, mereka telah digolputkan. Sebuah novel, semoga bisa ikut mewarnai pesta demokrasi ke depan. Penulis mengajak penerbit maupun donatur bekerjasama dalam menerbitkan novel ini.

Tentang

Blog Dinangoi BMR

Kami orang Kota namun letaknya di pedalaman dan kami sadari memang belum dikenal. Ya, kami disebut Orang Kota semua karena nama ibu kota kami, Kotamobagu. Kotamobagu sendiri awalnya bernama Kotabaru pada tahun 1901, kemudian dirubah namanya gara-gara kuda. Mengulas ini, panjang ceritanya kawan2, sebaiknya cari saja buku "Orang Kota Coy" karena semua sudah diulas di sana. Daerah kami tepatnya sekarang bernama Bolaang Mongondow Raya, masih dalam lingkup Sulawesi Utara. Kami berencana akan menjadi Provinsi sendiri karena sudah terpecah menjadi 4 Kabupaten dan 1 Kota. Walau berada di pedalaman dan belum dikenal namun kami punya kebanggaan tersendiri menjadi Orang Kota, kami pun cukup pede mengkritisi berbagai persoalan di luar kami. Kesemuanya bisa dibaca diblog ini. Selamat membaca

Dinangoi adalah makanan yang terbuat dari sagu. Pada masa ke-Datu-an, makanan dari sagu merupakan makanan elit, bahkan Datu (raja) mempunyai kebun sagu/rumbia sendiri yang cukup luas. Pada masa kemerdekaan sampai Bolaang Mongondow Raya menjadi kabupaten (waktu itu masih satu dalam naungan Bolaang Mongondow), makanan dari sagu menjadi makanan pengganti beras yang susah didapat pada musim kemarau--sehingga menjadi makanan elit walau dalam pengertian lain. Jadi dinangoi sangat tradisional dan identik dengan Bolmong Raya. Rumah di mata kami adalah tempat orang saling berbagi, saling mengisi, saling menopang untuk kemajuan bersama. Karena itu,RUMAH DINANGOI dimata kami bukan sekedar tempat kuliner tapi juga diharapkan dapat menjadi tempat untuk mendiskusikan rumusan2 yang dapat bermanfaat untuk pembangunan daerah dan negara. Dan dengan motto MOGAID KON ONU IN KO'AIDAN, ke depannya RUMAH DINANGOI akan membuat perpustakaan, menggerakan komunitas membaca dan menulis (mobaca bo momais--MOBOIS), penerbitan (buku dan majalah), dan lainnya. Pekerjaan ini tentu saja akan bergerak cepat jika ada sokongan, karena itu bagi siapapun yang ingin menjadi SPONSOR kami persilahkan. Produk maupun instansi/institusi sponsor kami akan terakan disini. Kontak 081252622425, email: gerbangpasifik@gmail.com

Bolaang Mongondow Raya luasnya 54% dari Sulawesi Utara. Awalnya menyatu dalam Bolaang Mongondow kemudian dimekarkan menjadi 4 Kabupaten (Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow TImur) dan 1 Kota (Kotamobagu). Walau telah dimekarkan namun tetap menyatu dan ingin menjadi Provinsi sendiri. Banyak yang khas di Bolmong Raya, sebagian dituliskan di sini

Pemilu

Popular Posts

musafir 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan Lepas

Ada Canda di Rumah Tuhan

Ramadhan 1434 H