Foto : Google |
Kalau
demokrasi diterapkan juga dalam urusan ke-Tuhan-an, bisa jadi akan muncul
perdebatan tentang system demokrasi yang tepat. Jika system demokrasi yang kita
terapkan sekarang ini diberlakukan maka harus di bentuk Komisi Pemilihan,
Panwas, Mahkamah yang akan menyidangkan sengketa, dan lain-lain. Berikutnya
akan ada kampanye baik kampanye dialogis maupun pengerahan massa.
Ketika malam menjelang hari pemilihan, akan ada serangan fajar—kemungkinan juga
akan terjadi serangan untuk menggolputkan sehingga suara lawan akan berkurang.
Jika belum yakin akan menang walau sudah melakukan serangan fajar, akan diteruskan
dengan serangan siang ketika para pemilih sudah ke tempat pemungutan suara.
Walhasil, ujung-ujungnya uang yang akan menang. Lha, urusan ke-Tuhan-an kok ya
memenangkan uang? Ini jelas sangat tidak seru tapi sudah saru!
Jadi, sebenarnya sudah tepat dikatakan bahwa urusan ke-Tuhan-an itu urusan keyakinan. Logika jelas sangat dibutuhkan karena itulah yang membedakan manusia dan hewan, tapi logika tak bisa dijadikan tumpuan utama untuk menguraikan berbagai persoalan yang terkait hubungan manusia dan Tuhan. Berbagai perbedaan, baik antara pemeluk agama maupun antara golongan-golongan di suatu agama sebaiknya kita terima sebagai bagian dari rahmat.
Namun
beginilah manusia. Setiap perbedaan pasti akan memunculkan diskusi yang
berlarut-larut, terlebih pada perbedaan antar golongan di dalam suatu agama.
Saling tuding akan terjadi, debat ilmiah sampai ke debat kusir tak bisa
dihindari.
Aku jelas
sudah malas berdebat, tapi menarik juga mencari tahu apa simpulan sementara
setiap tahunnya. Termasuk untuk ramadhan tahun 2013 ini. Di kalender disebutkan
lebaran 8-9 Agustus, artinya 29-30 hari sebelumnya puasa ramadhan sudah
dimulai.
“Nongonu mo hari raya tanggal 8-9 yo mopuasa
mulaion bi’ tanggal 10?” tanya adikku.
“Bulan Juli
itu kan sampai tanggal 31, kalau puasanya juga dimulai tanggal 8 atau 9 berarti
kita puasa 30 sampai 31 hari. Padahal kan
hanya 29 sampai 30 hari,” jawabku dan langsung melengos pergi, malas memberikan
penjelasan berlebihan.
Lagi pula, mengapa
perhitungannya dimulai dari lebaran, pastilah sudah mulai terpikir kue serta
baju baru padahal puasanya saja belum dimulai. Dari pada berdiskusi melahirkan
kisaran belanja dan berapa saya harus menyumbang, lebih baik pergi saja, hahah.
Aku tetap
memasang mata dan telinga persoalan awal puasa ini walau malas berdebat. (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar