Kota itu kecil saja, penduduknya
tak sampai dua ratus ribu jiwa. Rumah penduduk dibangun di ceruk pegunungan
“banyak nama” yang mengitari tempat itu. Rumah-rumah penduduk berderet rapat
sehingga dari udara terlihat seperti kumpulan bangunan saja, jika ada teroris
yang mau menghancurkan Kota itu, cukup ke puncak
tertinggi dari pegunungan “banyak nama” dan melemparkan granat maka hancurlah Kota itu.
Andai Kota itu hancur,
rasanya tak ada yang tahu. Kota itu tak ada di peta, tak
ada peristiwa penting yang membut Kota itu dikenang baik
menasional maupun internasional, juga tak monument peninggalan masa lalu yang
berdiri di sana. Kota kecil itu seakan-akan tak
pernah ada. Kota itu terletak di pedalaman,
untuk ke sana masih melewati hutan. Para pejabat dari pusat yang
ditugaskan ke sana hanya datang saat siang dan
menyingkir saat malam. Kota kecil itu memang terlalu
kecil untuk jadi tempat bermalam bagi mereka. Mungkin saja peristiwa buruk, penggranatan
itu akan membuat kota kecil itu dikenal.
Tapi tak ada alasan untuk
berbuat anarkis di sana. Masyarakatnya sangat
mencintai ketenangan dan kedamaian. Masyarakatnya hanya masyarakat biasa yang
hanya ingin melakukan perbuatan biasa, mungkin karena itu juga tak ada yang
luar biasa yang akan ditemukan di sana. Mungkin juga itu yang
membuatnya disebut Kota Lama, sebuah daerah yang yang tak pernah berubah walau
telah berstatus Kota.